Senin, 28 November 2011

Tantangan Pondok Pesantren di Era Kontemporer


Oleh : Imron Hidayatullah

Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Namun sayang, keberadaannya saat ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat umum dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan lain. Hal ini mungkin dikarenakan pada era postmodern ini banyak sekali terjadi perubahan di berbagai dimensi, terutama dimensi psikologi. Pertama, pola hidup masyarakat yang semula sosioreligius sekarang cenderung ke arah pola kehidupan masyarakat individualistik, materialistik dan sekuler. Kedua, pola hidup yang semula sederhana dan produktif sekarang cenderung ke arah pola hidup mewah dan konsumtif. Ketiga, struktur keluarga yang semula extended family sekarang cenderung ke arah nuclear family. Keempat, hubungan kekeluargaan yang semula erat sekarang cenderung longgar dan arup. Kelima, nilai-nilai agama dan tradisional masyarakat cenderung berubah menjadi modern dan bercorak sekuler dan serba lebih. Keenam, lembaga-lembaga perkawinan mulai diragukan dan masyarakat cenderung mulai hidup bersama tanpa nikah. Ketujuh, ambisi karier dan materi yang tak terkendali dapat mengganggu hubungan interpersonal baik dalam keluarga maupun di masyarakat.
Kenyataan seperti itulah yang sekarang dihadapi oleh kebanyakan pondok pesantren pada umumnya. Pondok pesantren hanya menjadi perhatian masyarakat ketika muncul isu-isu terorisme saja. Perhatian itu muncul bukan karena mereka tertarik, namun justru karena mereka waspada jika memang benar terorisme itu berasal dari pondok pesantren. Hanya karena ulah lembaga-lembaga pengkader teroris yang kemudian berkedok pondok pesantren, akhirnya kebanyakan pondok pesantren harus menerima kenyataan pahit selalu dicurigai sebagai lembaga pengkader teroris.
Bukan hanya itu saja yang menjadi problem masyarakat pondok pesantren di era kontemporer seperti sekarang ini. Pondok pesantren juga sering disalahpahami oleh kebanyakan masyarakat. Terkait dengan hal ini, ada sebuah cerita unik yang dialami oleh seorang santri. Santri tersebut memiliki seorang teman di sekolahnya. Suatu ketika, HP temannya hilang dicuri orang. Kemudian temannya tersebut bilang kepada si santri kalau HP-nya hilang dan minta tolong untuk dicarikan. Mendengar pernyataan dari temannya tersebut, si santri tersentak kaget dan bertanya kepada temannya, “Kenapa kamu minta tolong sama aku?”. Dan temannya hanya menjawab, “Kamu kan anak pondok. Pasti bisa tahu siapa yang mencuri HP-ku”. Dari cerita tersebut dapat dipahami bahwa teman dari santri tersebut memahami pondok pesantren sebagai tempat belajar ilmu-ilmu supranatural. Tidak hanya teman dari santri tersebut saja yang memahami pondok pesantren sebagai tempat belajar ilmu spranatural, masyarakat umum pun masih banyak yang berpandangan sama terhadap pondok pesantren. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya orang yang mengeluhkan masalah-masalahnya kepada kiai-kiai pondok pesantren ataupun masyarakat pondok pesantren yang lain.
Selain itu, ambisi karier dan materi yang tak terkendali yang terjadi di masyarakat kita menjadi salah satu sebab rendahnya perhatian masyarakat terhadap pondok pesantren. Umumnya masyarakat berpikir bahwa pendidikan saja tak berguna tanpa adanya ijazah. Karena hanya dengan ijazah saja mereka dapat mendapatkan pekerjaan yang sepantasnya dan sesuai dengan keinginan mereka. Oleh karena itu, mereka merasa tidak tepat bila anaknya dimasukkan ke pondok pesantren. Mereka beranggapan bahwa santri itu masa depannya suram. Berawal dari masalah ini, banyak pondok pesantren yang mulai ikut terjebak ke dalam budaya formalisasi dengan memberikan ijazah kepada santri yang telah selesai belajar di pesantren tersebut. Jarang sekali ada pondok pesantren yang memiliki banyak santri bila tidak mengikuti budaya formalisasi ini.
Di sisi lain, pondok pesantren juga menjadi lembaga sosial. Dalam fungsinya sebagai lembaga sosial ini, pondok pesantren dituntut untuk bisa mengayomi semua lapisan masyarakat di sekitarnya yang beragam. Pondok pesantren seharusnya mampu bergaul dengan masyarakat di sekitarnya, baik muslim maupun non-muslim. Bila fungsi sebagai lembaga sosial ini mampu dijalankan dengan baik, saya rasa tidak akan ada lagi kesalahpahaman dari masyarakat terhadap pondok pesantren.

1 komentar:

  1. Sebaiknya pondok pesantren juga mengajarkan bisnis kepada santrinya

    Coba deh,,klik link http://www.cariusahabisnis.co.cc

    BalasHapus